Featured Post 6

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Minggu, 27 November 2011

Rahasia Dagang


Pengertian:
UU No.30 Tahun 2000:” informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiannya oleh pemilik Rahasia Dagang.”
Unsur-unsur rahasia dagang:
Informasi harus berupa rahasia dan tidak dapat di ketahui oleh masyarakat umum.
Harus ada kewajiba untuk menjaga kerahahasiaan dalam arti pemilik informasi telah melindungi sifat kerahasiaan informasi tersebut.
Objek yang dilindungi
  • Formula
  • Metode pengelolaan bahan-bahan kimia dan makanan
  • Daftar konsumen.
  • Tingkat kemampuan debitur mengembalikan kredit.
  • Perencanaan.
  • Tabulasi data.
  • Informasi teknik manufaktur.
  • Rumus-rumus perancangan.
  • Rencana pemasaran.
  • Pearangkat lunak computer.
  • Kode-kode akses.
  • Personal Identification Number (PIN).
  • Data pemasaran.
  • Rencana Usaha.
  • Informasi.
Sifat Rahasia Dagang
A.Bersifat Tertutup
Informasi yang tidak boleh di ketahui oleh siapa saja,kecuali petugas/peajbat yang di beri wewenag untuk melaksanakan dan menyimpan inforasi rahasia tersebut.
Informasi tertutup Berupa:
  • -Pribadi seseorang.
  • -Dunia politik.
  • -Pertahanan dan keamanan.
  • -Ekonomi.
B.Besifat Terbuka
Informasi yang dapat diketahui oleh siapa saja sebagai anggota masyrakat karena di anggap bermanfaat bagi masyarakat luas,sehingga biasanya di publikasikan secara luas pada media-media.
Informasi terbuka berupa:
  • Penemuan-penemuan hasil penelititan.
  • Rencana tata ruang pengembangan wilayah.
  • Hasil pembinaan dang pengembangan pendidikan dan pelatihanuntuk pembangunan nasional.
  • Pemikiran,upaya mengenai cara hidup dan lingkungan hidup.
  • Strategi menciptakan perdamain dan menghindari perang.
  • Biografi seseorang yang berhasil dalam usaha.
3 kriteria rahasia dagang
  • Tidak diketahui oleh umum.
  • Memiliki nilai ekonomi komersial.
  • Dijaga kerahasiaanya.
Contoh Informasi yang mendapat perlindungan hukum
Ø  Daftar pelanggan.
Ø   Penelitian pasar.
Ø  Penelitian teknis.
Ø  Resep makanan/ramuan yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk tertentu.
Ø  Sistem kerja tertentu yang cukup menguntungkan.
Ø  Ide atau konsep yang mendasari kampanye pengilhaman atau pemasaran.
Ø  Informasi keuangan/daftar harga yang menunjukka marjin laba dari suatu produk.
Ø  Sebuah cara untuk mengubah /mengahsilkan sebuah produk dengan menggunakan kimia atau mesin.
Informasi perusahaan yang rahasia
  • Mempunyai nialai rahasia.
  • Termasuk lingkup perindustrian dan perdagangan.
  • Terbukanya kerahasian informasi itu berpindah dan dapat dimanfaatkan oleh pihak pesaing.
Syrat perlindungan rahasia dagang
  • Informasi harus bersifat rahasia.
  • Informasi tersebut mempunyai nilai ekonomi.
  • Pemilikan informasi harus mengambil langkah yang layak dan patut untuk pemeliharaan/melindungi sifat kerahasiaan informasi tersebut.
Langkah nyata mempertahankan kerahasian
  • Memasang tulisan “SELAIN KARYAWAN DILARANG MASUK”/”STAFF ONLY’ atau “NO TRASSPASSING”.
  • Memasang tulisan peringatan “DILARANG MENGAMBIL GAMBAR” atau “DILARANG MEMOTRET”
  • Apabila banyak rahsia data base computer maka computer di pasang “PASSWORD RAHASIA DAGANG”.
  • Mengikat karyawan yang potensial membocorkan informasi penting perusahaan dengan dengan menandatangani pernyataan untuk menjaga rahasia perusahaan atau sering dilakukan dengan “CONFIDENTIALITY AGREEMENT”.
  • Membuat perjanjian untuk saling menjaga kerahasiaan perusahaan dengan pihak di luar perusahaan yang potensial membocorkan rahasia perusahaan,misalnya antara perusahaan dengan peruusahan yang di jalin suatu kerjasama.
  • Dokumen rahasia tertulis disimpan dalam map/yang lain,maka di beriak tanda yang jelas tulisan “RAHASIA”. Dilarang mengcopy tanpa izin terutlis dari :”—–“.
  • Kalau inforamsi rahasia yang sifatnya lisan maka kalimat “INI RAHASIA”.
  • Tidak mengcopy  dokumen penting di tempat fotocopy  sembarangan.
  • Sebaiknya mempunyai fotocopy sendiri untuk mengcopy dokumen penting perusahaan.
  • Membakar memusnahkan dokumen penting yang sudah tidak terpakai.
  • Menghapus file-file penting secara permanendari computer apabila sudah tidak terpakai.
  • Memasang alarm,security personal.
Perbedaan Rahasi Dagang dengan HKI lain
  • Bentuk HKI lain tidak bersifat rahasia
  • HKI lain nya dilindungi harus dipublikasiakn tapi rahasia dagang di lindungi karena sifatnya yang rahasia.
  • Rahasia dagang mendapat perlindungan meskipun tidak mengandung nilai kreativitas/penerimaan baru.

    Rabu, 23 November 2011

    Korupsi Dalam Konsep Modern

    Korupsi adalah persoalan klasik yang telah lama ada. Sejarawan Onghokham menyebutkan bahwa korupsi ada ketika orang mulai melakukan pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan umum. Menurut Onghokham pemisahan keuangan tersebut tidak ada dalam konsep kekuasaan tradisional. Dengan kata lain korupsi mulai dikenal saat sistem politik modern dikenal.
    Dengan demikian korupsi dapat didefiniskan sebagai suatu tindak penyalahgunaan kekayaan negara (dalam konsep modern), yang melayani kepentingan umum, untuk kepentingan pribadi atau perorangan. Akan tetapi praktek korupsi sendiri, seperti suap atau sogok, kerap ditemui di tengah masyarakat tanpa harus melibatkan hubungan Negara.
    Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.
    Definisi ini hampir sama artinya dengan definisi yang dilontarkan oleh pemerintah
    Indonesia baru-baru ini. Dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh Menko Wasbang tentang menghapus KKN dari perekonomian nasional, tanggal 15 Juni 1999, pengertian KKN didefinisikan sebagai praktek kolusi dan nepotisme antara pejabat dengan swasta yang mengandung unsur korupsi atau perlakuan istimewa. Sementara itu batasan operasional KKN didefinisikan sebagai pemberian fasilitas atau perlakuan istimewa oleh pejabat pemerintah/BUMN/BUMD kepada suatu unit ekonomi/badan hukum yang dimiliki pejabat terkait, kerabat atau konconya. Bentuk fasilitas istimewa tersebut meliputi:
    1. Pelaksanaan pelelangan yang tidak wajar dan tidak taat azas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah atau dalam rangka kerjasama pemerintah/BUMN/BUMD dengan swasta.
    2. Fasilitas kredit, pajak, bea masuk dan cukai yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku atau membuat aturan/keputusan untuk itu secara eksklusif.
    3. Penetapan harga penjualan atau ruislag.

    The United Nations Convention against Corruption was adopted by the United Nations General Assembly on 31 October 2003 (Resolution 58/4).
    To combat corruption it includes measures on:
    a. prevention
    b. criminalization
    c. international cooperation
    d. asset recovery
    The treaty entered into force on 14 December 2005, following the 30th ratification by Ecuador on 15 September at the 2005 World Summit.
    Pengertian Tidak Pidana Korupsi 
    UU No. 31/1999 jo UU No.20/2001 , menyebutkan bahwa pengertian korupsi setidaknya mencakup segala perbuatan :
    1. Melawan Hukum, memperkaya diri, orang/badan yang merugikan keuangan /perekonomian negara (pasal 2).
    2. Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian Negara (pasal 3).
    3. Kelompok delik penyuapan (pasal 5, 6 dan 11)
    4. Kelompok delik penggelapan dalam jabatan (pasal 8, 9 dan 10)
    5. Delik pemerasan dalam jabatan (pasal 12)
    6. Delik yang berkaitan dengan pemborongan (pasal 7)
    7. Delik Gratifikasi ( pasal 12B dan 12C)

    PENYEBAB TERJADINYA KORUPSI
    1. Kurangnya akses bebas warga Negara terhadap pemerintah yang berkaitan dengan informasi public.
    2. Kurangnya system jaminan transparansi, pengawasan, dan tanggung jawab dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran sector public terkait dengan rendahnya mekanisme control sosial
    3. Penyalahgunaan kebijaksanaan dan ketidakpastian dalam penafsiran dan penerapan peraturan per-UU-an dalam penyelenggaraan public
    4. Kurangnya system internal untuk menjamin keterbukaan, pengawasan dan tanggung jawab dalam bentuk dan pelaksanaan kebijakan public.

    TIPE-TIPE KORUPSI
    1. Penyuapan, meliputi janji penawaran atau pemberian sesuatu keuntungan yang seharusnya tidak pantas untuk mempengaruhi tindakan atau keputusan seorang pejabat public.
    2. Penggelapan, pencurian, dan perbuatan curang. Kejahatan-kejahatan ini meliputi pencurian harta kekayaan oleh seseorang kepercayaan dengan kewenangan dan pengawasan terhadap kekayaan pemerintah.
    3. Pemerasan, perbuatan pemerasan meliputi pemaksaan seseorang untuk membayar uang atau barang-barang berharga.

    UPAYA-UPAYA PEMERINTAH DALAM MEMBERANTAS KORUPSI
    1. TAP MPR No.VIII/MPR/2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pemebrantasan dan pencegahan KKN.
    2. UU no.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas KKN (ln no. 75 tahun 1999 tambahan lembaran Negara No. 2851)
    3. UU No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
    4. UU no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
    5. Pembentukan komisi pemberantasan tindak pidana korupsi yang independen dan diatur dalam UU no 30 tahun 2002

    Minggu, 20 November 2011

    Penanaman Modal Asing Perspektif Hukum

    Sebenarnya perkembangan penanaman modal asing di Indonesia telah dimulai sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Rancangan Undang-undang penanaman modal asing pertama kali diajukan pada tahun 1952 pada masa kabinet Alisastroamidjojo, tetapi belum sempat diajukan ke parlemen karena jatuhnya kabinet ini. Kemudian pada tahun 1953 rancangan tersebut diajukan kembali tetapi ditolak oleh pemerintah.
    Secara resmi undang-undang yang mengatur mengenai penanaman modal asing untuk pertama kalinya adalah UU Nomor 78 Tahun 1958, akan tetapi karena pelaksanaan Undang-undang ini banyak mengalami hambatan, UU Nomor 78 Tahun 1958 tersebut pada tahun 1960 diperbaharui dengan UU Nomor 15 Tahun 1960 .

    Pada perkembangan selanjutnya, karena adanya anggapan bahwa penanaman modal asing merupakan penghisapan kepada rakyat serta menghambat jalannya revolusi Indonesia, maka UU Nomor 15 Tahun1960 ini dicabut dengan UU Nomor 16 Tahun 1965 . Sehingga mulai tahun 1965 sampai dengan tahun 1967 terdapat kekosongan hukum (rechts vacuum) dalam bidang penanaman modal asing. 

    Baru pada tahun 1967, pemerintah Indonesia mempunyai undang-undang penanaman modal asing dengan diundangkannya UU Nomor 1 Tahun 1967, yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 10 Januari 1967 dan kemudian mengalami perubahan dan penambahan yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 1970 .Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1986, Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 24 Tahun 1986 yang diikuti dengan dikeluarkannya SK Ketua BKPM Nomor 12 Tahun 1986 disusul dengan dikeluarkan Keppres Nomor 17 Tahun 1986 .

    Kemudian pada tahun 1987, Pemerintah merubah Keppres Nomor 17 Tahun 1986 tersebut, diubah dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1987 demikian pula Ketua BKPM mencabut SK Ketua BKPM Nomor 12 Tahun 1986 dicabut dan diganti dengan SK Ketua BKPM Nomor 5 Tahun 1987, yang pada prinsipnya sama dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1987 yaitu memberikan kelonggaran-kelonggaran terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan dalam keputusan sebelumnya. Selanjutnya, Ketua BKPM sebagai pelaksana teknis penanaman modal asing di Indonesia, mengeluarkan Keputusan sebagaiman ternyata dalam Surat Keputusan Ketua BKPM Nomor 09/SK/1989
    Perkembangan selanjutnya dapat dilihat dengan dikeluarkannya PP Nomor 17 Tahun 1992 yang antara lain mengatur mengenai penanaman modal asing di kawasan Indonesia Bagian Timur.

    Perkembangan terakhir dalam bidang penanaman modal ini adalah dengan dikeluarkannya PP Nomor 24 Tahun 1994 . PP Nomor 20 Tahun 1994 ini memberikan kemungkinan bagi investor asing untuk memiliki 100% saham dari perusahaan asing serta membuka peluang untuk berusaha pada bidang-bidang yang sebelumnya tertutup sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1967.

    Perkembangan penanaman modal asing yang lain adalah mengenai Daftar Negatif Investasi (untuk selanjutnya disebut DNI), dahulu disebut Daftar skala Prioritas (DSP) pemerintah telah melakukan perubahan dan menyederhanakan dengan mengatur bidang-bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal dalam rangka penanaman modal asing. DNI berlaku selama 3 (tiga) tahun dan setiap tahun dilakukan peninjauan untuk disesuaikan dengan perkembangan.

    Pada tahun 1998, DNI ini diatur dalam Keppres Nomor 96 Tahun 1998 dan Keppres Nomor 99 Tahun 1998 . Kedua peraturan tersebut diubah dengan Keppres Nomor 96 Tahun 2000 . Keppres Nomor 96 Tahun 2000 ini terakhir diubah dengan Keppres Nomor 118 Tahun 2000 .
    Upaya pemerintah untuk menarik investor, agar menanamkan modalnya di Indonesia, bahkan melipatgandakan tingkat penanaman modal dari tahun ke tahun salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan memberi kelonggaran dan kemudahan bagi para investor
    Peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal asing selama kurun waktu terakhir ini belum mampu mencerminkan aspek kepastian hukum. Hal ini disebabkan munculnya peraturan yang cenderung memberatkan para investor. Ketidakpastian hukum dan politik dalam negeri merupakan bagian dari masalah-masalah yang menyebabkan ikilm penanaman modal tidak kondusif. Iklim yang kondusif tentu akan sangat mempengaruhi tingkat penanaman modal di Indonesia.

    Selain itu juga ketentuan hukum dan peraturan mengenai penanaman modal asing yang harus tetap disesuaikan dengan perkembangan di era globalisasi dan tidak adanya perlakuan diskriminasi dari negara penerima terhadap modal asing (equal treatment). Sehingga partisipasi masyarakat dan aparatur hukum sangat diperlukan dalam menarik investor yaitu dengan cara menciptakan iklim yang kondusif untuk menanamkan modalnya.

    Hukum Penanaman Modal

    Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi asing masuk ke negaranya.1
    Menarik investasi masuk sebanyak mungkin ke dalam suatu negara didasarkan pada suatu mitos yang menyatakan bahwa untuk menjadi suatu negara yang makmur, pembangunan nasional harus diarahkan ke bidang industri. Untuk mengarah kesana, sejak awal negara-negara tersebut dihadapkan kepada permasalahan minimnya modal dan teknologi yang merupakan elemen dasar dalam menuju industrialisasi. Jalan yang ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut adalah mengundang masuknya modal asing dari negara-negara maju ke dalam negeri.2
    Masuknya modal asing bagi perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik Indonesia. Alternatif penghimpunan dana pembagunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung jauh lebih baik dibandingkan dengan penarikan dana international lainnya seperti pinjaman luar negeri.3
    Penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelengaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.4
    Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang sangat penting sebagai alat untuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan investasi akan memberikan dampak positif bagi negara penerima modal, seperti mendorong pertumbuhan bisnis, adanya supply teknologi dari investor baik dalam bentuk proses produksi maupun teknologi permesinan, dan menciptakan lapangan kerja.5
    Penanaman modal asing merupakan salah satu bentuk utama transaksi bisnis internasional, di banyak negara, peraturan pemerintah tentang penanaman modal asing mensyaratkan adanya joint venture, yaitu ketentuan bahwa penanaman modal asing harus membentuk joint venture dengan perusahaan lokal untuk melaksanakan kegiatan ekonomi yang mereka inginkan.6
    Dibukanya peluang bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, maka dengan sendirinya dibutuhkan perangkat hukum untuk mengatur pelaksanaannya, agar investasi yang diharapkan memberikan keuntungan yang besar dan meningkatkan perekonomian Indonesia.
    Sejarah Orde Baru selama periode 1966-1997 telah membuktikan betapa pentingnya peran investasi langsung khususnya asing (Penanaman Modal Asing) sebagai salah satu motor penggerak pembangunan dan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi Negara Indonesia.7
    Landasan hukum penanaman modal di Indonesia diatur dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan lain yang mengikutinya. Diantaranya adalah Undang-undang No 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing jo Undang-undang No. 11 tahun 1970, Undang-undang N0. 6 Tahun 1968 jo Undang-undang No. 12 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, kemudian diubah dengan Undang-undang Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

    Dalam ketentuan Pasal 5 ayat 2 Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman modal selanjutnya disebut UUPM, menyatakan bahwa:

    “Penanaman Modal Asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilyah Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang”.8 

    Mengadakan joint venture agreement merupakan langkah awal dalam membentuk perusahaan joint venture. Di mana di dalam perjanjian joint venture agreement berisikan kesepakatan para pihak tentang kepemilikan modal, saham, peningkatan kepemilikan saham penyertaan, keuangan, kepengurusan, teknologi dan tenaga ahli, penyelesaian sengketa yang mungkin akan terjadi, dan berakhirnya perjanjian joint venture. Pengusaha asing dan pengusaha lokal membentuk suatu perusahaan baru yang disebut perusahaan joint venture di mana mereka menjadi pemegang saham yang besarnya sesuai dengan kesepakatan bersama.9 Landasan pembentukan perusahaan joint venture tersebut adalah joint venture agreement dan ketentuan umum perjanjian yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
    UUPM memberikan wewenang kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk melakukan koordinasi di dalam pelaksanaan penanaman modal, wewenang tersebut tercantum dalam pasal 27 ayat 2 UUPM. Namun ketentuan pelaksanaannya belum dikeluarkan oleh pemerintah, termasuk ketentuan-ketentuan lainnya dari UUPM.
    Dampak dari kondisi ini maka peraturan-peraturan sebelumnya yang mengatur mengenai pelaksanaan penanaman modal masih diberlakukan ketentuan terdahulu yang bersumber dari Undang-undang Penanaman Modal Asing dan Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPA dan UUPMD) yang didasari oleh ketentuan peralihan pasal 37 UUPM No. 25 Tahun 2007.
    Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 10/SK/1985 Jo Keputusan Kepala BKPM No. 6/SK/1987 jo Keputusan BKPM No. 57/SK/2004 jo Peraturan Kepala BKPM No. 1/P/2008, mensyaratkan bahwa salah satu syarat permohonan penanaman modal asing adalah Arrangement of Joint Venture Agreement yang harus disertakan dalam permohonan.
    Joint Venture Agreement yang dijadikan salah satu syarat dalam penanaman modal asing oleh BKPM digunakan sebagai dasar dibentuknya Joint Venture Company. Artinya Joint Venture Company tunduk kepada hukum perjanjian. Namun dalam UUPM pasal 5 ayat 2, joint venture company harus berbentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia. 10 Sehingga dapat dikatakan bahwa Joint Venture Company tunduk kepada hukum perusahaan dalam hal ini Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT).
    Penanaman Modal dan Penanaman Modal Asing
    Dalam ketentuan umum Bab I Pasal 1 Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman modal (UUPM) mendefinisikan Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. 11 Lebih lanjut untuk pengaturan penanaman modal asing yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaannya dapat menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri.12
    Ketentuan mengenai penanaman modal asing merujuk pada ketentuan dalam pasal lain dalam UUPM, yaitu pasal 5 ayat 2 yang menyatakan bahwa Penaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. 13 Adapun mekanisme permodalannya dapat dilakukan dengan cara:
    a.Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan tebatas;
    b.Membeli saham; dan
    c.Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 14
    Pengertian penanaman modal asing dalam UUPM No. 25 Tahun 2007, hanyalah mencakupi penanaman modal asing yang bersifat langsung (foreign direct investment). Penanaman modal langsung diartikan bahwa pemilik modal menanggung resiko dari investasi tersebut dan pemilik modal secara langsung menjalankan perusahaannya yang bersangkutan di Wilayah Republik Indonesia.15
    Pasal 37 ayat 1 UUPM mengisyaratkan bahwa ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan berdasarkan peraturan sebelumnya masih diberlakukan sepanjang tidak bertentangan dengan UUPM yang baru dan selama belum diaturnya ketentuan yang berdasarkan UUPM yang baru. 16 Pasal ini membawah pengaruh penting, karena peraturan-peraturan pelaksana yang didasari oleh undang-undang sebelumnya masih dapat diberlakukan. Salah satunya adalah Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 10/SK/1985 Jo Keputusan Kepala BKPM No. 6/SK/1987 jo Keputusan BKPM No. 57/SK/2004 jo Peraturan Kepala BKPM No. 1/P/2008, mensyaratkan bahwa salah satu syarat permohonan penanaman modal asing adalah Arrangement of Joint venture Agreement yang harus disertakan dalam permohonan.
    Joint venture
    Partisipasi modal nasional dalam perusahaan penanaman modal asing telah menjadi kecenderungan umum baik di negara-negara yang sedang berkembang maupun negara-negara maju. Hal tersebut merupakan pencerminan nasionalisme di bidang ekonomi dan merupakan keinginan untuk menghindari ketergantungan pada dan kontrol asing terhadap perekonomian mereka.17
    Strategi termudah untuk dapat melakukan hak tersebut adalah pemberlakuan ketentuan keharusan adanya joint venture.
    Bagi pelaku usaha sendiri, joint venture merupakan salah satu cara efektif untuk mengembangkan dan meningkatkan usaha. Sebagaimana yang dikemukan oleh Ian Hewitt dalam bukunya Joint Venture:

    Joint venture are vital to business. They have become an important strategic option for many companies, particularly those operating internationally. Even the larges companies do not have capital, skill or market access necessary to achieve their commercial objectives entirely through their own recourse. Rarely a day passes without an announcement of a significant new joint venture or alliance.18 

    Sedangkan istilah joint venture menurut Peter Muchlinski dalam bukunya yang berjudul Multinational Enterprise and the Law adalah sebagai berikut :

    “The term ‘joint venture’ has no precise legal meaning, it can refer to any agreement or undertaking between two independent firms. However, certain features are commonly associated with the concept. In particular, the joint venture involves the cooperation of two or more otherwise independent parent undertakings which are linked, through the venture, in the pursuit of a common commercial, financial or technical activity”.19

    Perjanjian joint venture tunduk dengan berbagai persyaratan yang diatur oleh hukum yang mengatur joint venture tersebut, sedangkan bentuk hukum dari joint venture tersebut dapat saja mengambil model perjanjian, persekutuan perdata, ataupun perseroan terbatas.20
    Joint Venture agreement
    Istilah Joint Venture Agreement sengaja tidak diterjemahkan menjadi usaha patungan sebagaimana telah dikenal di Indonesia, hal tersebut bertujuan untuk tidak terjadi salah pengertian, karena usaha patungan sendiri dapat saja berbetuk joint venture, joint enterprise, kontrak karya, production sharing, penanaman modal dengan DICS-rupiah (Debt Investment Conversion Schema), penanaman modal dengan kredit investasi dan portofolio investment. Joint venture agreement atau biasa disebut perjanjian kerjasama patungan adalah suatu kontrak yang mengawali kerjasama joint venture, kontrak ini menjadi dasar pembentukan atau pendirian joint venture company. 22
    Joint venture agreement dalam praktek lebih sering digunakan jika hal tersebut mengandung ketentuan yang lebih luas yang berkaitan dengan pendirian awal joint venture company, condition precedent, dan kontribusi business para pihak. 23
    Lebih lanjut dijelaskan Muchlinski, bahwa joint venture agreement antara perusahaan mengatur mengenai pengendalian perusahaan, proporsi modal, pengaturan pembagian keuntungan, bentuk hukum dari joint venture, serta pengaturan mengenai pengakhiran perjanjian.24


    Joint Venture Company 
    Henry Campbell Black mengartikan Joint Venture Company merupakan sebuah asosiasi dari orang-orang untuk melakukan sebuah usaha bisnis untuk memperoleh keuntungan, untuk mengkombinasikan aset mereka berupa uang, saham, keahlian dan pengetahuan yang dimiliki. 25 Joint Venture Company merupakan perusahaan yang pemegang sahamnya dimiliki oleh mereka yang mengadakan perjanjian joint venture.
    Perjanjian
    Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.26
    Memperjelas mengenai definisi perjanjian, M Yahya Harahap menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. 27 Definisi perjanjian juga dapat ditemui dalam pasal 1313 KUHPerdata.
    Menurut pasal 1320 KHUPerdata, suatu perjanjian harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
    a.Kata Sepakat: adalah terjadinya pertemuan atau kesesuaian kehendak yang terjadi diantara para pihak dan kesepakatan tersebut harus diberikan secara bebas, artinya bebas dari paksaan, kekhilafan, dan penipuan sebagaimana dicantum dalam pasal 1321 KUHPerdata.
    b.Kecakapan: adalah seseorang memiliki kewenangan dalam bertindak secara hukum baik untuk kepentingan sendiri ataupun orang lain yang diwakili, pasal 1330 KUHPerdata menentukan pihak-pihak yang tidak cakap, yaitu 1). orang-orang yang belum dewasa, 2) mereka yang ditaruh dibawah pengampuan 3) orang-orang perempuan atau orang-orang yang dilarang untuk membuat perjanjian. Akan tetapi ketentuan ini berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan menyatakan bahwa istri adalah cakap membuat perjanjian.
    c.Hal Tertentu: adalah objek perjanjian atau prestasi yang diperjanjikan harus jelas, dapat dihitung dan dapat diketahui jenisnya.
    d.Sebab Yang Halal: adalah isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Pengertian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang disini adalah undang-undang yang bersifat menggangu kepentingan umum, sehingga jika dilanggar dapat menggangu kepentingan umum. 28

    --------------------

    Reference :
    1.Ahmad Yulianto, “Peranan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) dalam Kegiatan Investasi”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003, hlm 39.
    2.Ridwan Khairandy,”Peranan Perusahaan Penanaman Modal Asing Joint Venture dalam Ahli Teknologi di Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003, hlm 51.
    3.Yulianto Syahyu,”Pertumbuhan Investasi Asing Di Kepulauan Batam: Antara Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 22, No. 5, Tahun 2003, hlm 46.
    4.Indonesia, Undang-undang Nomor. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Penjelasan umum alenia ke 2. Lembar Negara Nomor 67. Tahun 2007.
    5.Delisa A. Ridgway dan Mariya A.Talib, ”Globalization and Development: Free Trade, Foreign Aid, Investment and The Rule of Law”, California Western International Law Journal, Vol 33, Spring 2003, hal. 335.
    6.Jonh W. Head, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Jakarta: Proyek Elips, 1997, hal 71.
    7.Tulus Tambunan, “Kendala Perizinan Dalam Kegiatan Penanaman Modal Di Indonesia dan Upaya Perbaikan Yang Perlu di Lakukan Pemerintah”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 26 No. 4, Tahun 2007, hal 35.
    8.Indonesia, Undang-undang Nomor. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Lembar Negara Nomor 67. Tahun 2007. Pasal 5 ayat 2.
    9.Erman Radjagukguk, Modul Hukum Investasi di Indonesia: Pokok Bahasan, (FHUI, 2006), hal. 117.
    10.Indonesia, Undang-undang Nomor. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Lembar Negara Nomor 67. Tahun 2007. Ps 5 ayat 2
    11.Indonesia, Op.cit., Ps 1
    12.Indonesia, Op.cit., Ps 1 ayat 3.
    13.Indonesia, Op.cit., Ps 5 ayat 2.
    14.Ibid., ps 5 ayat 3.
    15.Erman Radjagukguk, Op.cit., hal 61.
    16.Indonesia, Op.cit., Pasal 37 ayat 1.
    17.Erman Radjagukguk, Op. cit, hal 83
    18.Ian Hewitt, Joint Ventures, Second edition, Sweet and Maxwell A Thomson Company, 2001, hal 1.
    19.Peter Muchlinski, Multinational Enterprise and The Law, (Oxford: Blackwell, 1997), hal 72.
    20.Ibid., hal 20.
    21.Aminudin, Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia, (Ujung Pandang: Lembaga Penerbit Universitas Hasanudin, 1990), hal. 10.
    22.Ridwan Khairandy, “Kompetensi Absolut Dalam Penyelesaian Sengketa Di Perusahaan Joint Venture”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 26, No. 4, Tahun 2007, hlm 43.
    23.Ian Hewitt, Op.cit., hal 35.
    24.Peter Muchlinski, Op.cit., hal 72
    25.Ridwan Khairandy, Op.cit., hal 42
    26.Subekti, Hukum Perjanjian , (Jakarta: Intermasa, 2005) Cet. 21, 2005. hal. 1
    27.M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986) hal. 6.
    28.Subekti, Op.cit., hal 141-144

    Laporan Penelitian/Magang

    PENDULUAN

                Mata kuliah Etika Profesi merupakan mata kuliah pengganti KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang memiliki bobot 2 (dua) SKS. Model perkuliahan mata kuliah ini  terdiri dari 2 (dua) bagian  yaitu:
    1.   Kuliah tatap kuma dalam kelas dengan bobot 1 (satu) SKS. Materi kuliah tatap muka berkenaan dengan  etika Profesi Hukum diberikan yang terdiri dari beberapa macam etika. Materi etika hukum tersebut diberikan oleh masing-masing dosen sesuai dengan bidang yang diasuh. Teori-teori yang diberikan secara tatap muka ini selanjutnya akan dijadikan pedoman dalam melaksanakan tugas lapangan. Adapun materi yang diberikan yaitu :
    §   Etika Profesi Hukum oleh Bapak Prof. Dr. Amiruddin AW, SH
    §   Etika Profesi Polisi oleh Bapak Sofyan Ibrahim, SH
    §   Etika Profesi Hakim oleh Bapak Rizanizarli, SH, MH
    §   Etika Profesi Pengacara/Advokat oleh Bapak Sofyan Ibrahim, SH
    §   Etika Profesi Jaksa oleh Bapak Mukhlis, SH. M.HUM
    §   Etika Profesi Notaris oleh Ibu Cut Era Fitri Yeni, SH. M.HUM
    §   Etika Profesi Konsultan Hukum/Penasehat Perusahaan/Etika Bisnis oleh Bapak Ilyas Yunus, SH. M.HUM
    §        Etika Profesi Agama Islam oleh Bapak Zulkifli Arief, SH
    2.   Tugas lapangan 1 (satu) SKS. Mahasiswa yang mengambil mata kuliah etika profesi dan telah selesai mengikuti tahap tatap muka, wajib untuk melaksanakan kegiatan tugas lapangan pada salah satu kantor yang berkaitan dengan etika hukum seperti Kantor Pengadilan Negeri, Mahkamah Syar’iyah, Kantor Notaris, dan lain-lain.  Mahasiswa yang melakukan tugas lapangan diwajibkan membuat laporan kegiatan tugas lapangan secara individual.
    Penulis dalam melaksakanan  kegiatan ini melaksanakan tugas lapangan atau Magang di Pengadilan Negeri Kelas IA Banda Aceh. Mahasiswa yang melaksanakan tugas lapangan ini diwajibkan untuk ikut serta membuat berita acara persidangan baik itu perkara perdata maupun pidana. Pekerjaan yang dilaksanakan salah satunya berupa membantu mendampingi melaksanakan tugas panitera pengganti di Pengadilan dengan seizin Ketua Pengadilan Negeri.
    Tujuan diadakannya Mata Kuliah Profesi hukum adalah agar mahasiswa memahami bagaimana etika profesi hukum yang sebenarnya harus berlaku dan bagaimana sesungguhnya yang terjadi dalam praktek. Terlebih lagi dalam dinamika kehidupan sehari-hari sekarang ini sering terjadi konflik di dalam masyarakat yang butuh penyelesaian baik itu melalui letigasi  maupun non letigasi yaitu penyelesaian di luar pengadilan. Biasanya apabila penyelesaian di luar pengadilan tidak tercapai maka perkara akan diajukan ke pengadilan sehingga keadilan yang ingin dicapai dapat terwujud. Dengan diselesaikan melalui jalur pengadilan akan didapatkan suatu kepastian hukum mengingat pengadilan adalah lembaga yang bertugas menegakkan hukum dan keadilan. Mengingat tugasnya adalah menegakkan hukum dan keadilan maka di dalam mengadili ia akan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang (Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
     Sekalipun  hukum sudah mengatur bahwa peradilan harus dilaksanakan secara seimbang namun tidak bisa dipungkiri sampai hari ini masih sering dijumpai penyelesaian perkara melalui lembaga pengadilan diselesaikan dengan melanggar etika profesi hukum baik itu terjadi ditingkat penyidikan, penuntutan, bahkan pada saat pemeriksaan di pengadilan terlihat ketimpangan di mana hukum seakan memihak orang-orang yang mempunyai kedudukan kuat di dalam masyarakat. Bahkan sekarang ini sedang hangat-hangatnya terjadi Markus (makelar kasus) di lembaga penegak hukum sehingga presiden membentuk suatu lembaga khusus yang bertugas mengawasi jalannya peradilan.
    Sebenarnya sudah banyak lembaga yang bertugas mengawaasi proses peradilan di pengadilan. Selain Mahkamah Agung, Komisi Yudisial juga merupakan lembaga yang mempunyai tugas mengawasi pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh hakim bahkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kesejahteraan hakim. Hasil yang terlihat kondisi lembaga peradilan Indonesia tidak banyak berubah disebabkan sudah begitu parahnya para profesional  hukum kita melacurkan diri dengan kepentingan materi sehingga proses penegakan hukum di Indonesia menjadi kelabu.
    Sering terpetik berita, bahwa dunia profesi hukum telah terpolusi oleh tingkah laku para profesionalnya. Melalui mata kuliah Etika Profesi Hukum ini (Khususnya Profesi Hakim), penulis dapat mengamati secara langsung seperti apa etika profesi dipegang oleh para penegak hukum apakah sesuai dengan keharusan yang sudah dituangkan di dalam etika profesi masing-masing. Berkaitan dengan tugas lapangan ini yang menjadi focus penulis adalah bagaimana hakim di Pengadilan Negeri Banda Aceh dalam melaksanakan etika profesinya, apakah telah sesuai dengan Kode Etik Kehormatan Hakim sebagaimana ditetapkan oleh Rapat Kerja Para Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri dibawah Pimpinan Mahkamah Agung yang diadakan pada tahun 1986 dan terakhir Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor: 1.047/KMA/SK/IV/2009.2.02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik Hakim.
    Istilah etika pada dasarnya berkaitan dengan disiplin yang berhubungan dengan apa yang baik dan buruk, berkaitan dengan keharusan moral, seperangkat prinsip moral, prinsip prilaku yang mengatur seseorang atau kelompok (professional), pelajaran tentang sifat umum moral dan pilihan moral tertentu, peraturan atau standar yang mengatur prilaku anggota suatu profesi, kualitas moral dan seperangkat tindakan dan sopan santun. Definisi yang dikemukakan diatas dapat diterapkan pada 3 (tiga) tingkat yang berbeda yaitu :
    1.   Etika pribadi berarti moral, nilai dan keyakinan seseorang. Pada mulanya etika dimaksud adalah Etika pribadi dari masing-masing petugas hukum yang akan memutuskan arah dan jenis tindakannya yang akan diambil oleh petugas itu di dalam situasi tertentu.
    2.   Etika kelompok yang mana pada realitanya penegak hukum bekerja dalam kelompok, bekerja dengan teman seprofesi dalam situasi yang kadang-kadang sulit. Faktor ini akan menimbulkan berkembangnya prilaku kelompok, pola-pola sub budaya dan kemudian menekan anggota kelompok khususnya anggota baru untuk mematuhi budaya kelompok.
    3.   Etika profesi itu sendiri yang selalu dibayangi oleh Etika pribadi dan Etika kelompok dalam hal pengambilan suatu keputusan ataupun suatu tindakan. Hal ini yang dapat membuat suatu noda terhadap Etika itu sendiri.

    Perhatian mengenai etika profesi sangat penting disebabkan apabila instituti peradilan mengabaikan tanggung jawab yang telah diembankan padanya dengan pelanggaran kode etik oleh para professional hukumnya maka dapat dipastikan yang akan terjadi adalah carut marutnya penegakan hukum di Indonesia. Cepat atau lambat masyarakat tidak percaya bahwa pengadilan mampu melahirkan putusan-putusan yang mengandung nilai-nilai keadilan.

    LAPORAN KEGIATAN
    BERPERAN AKTIF MENGIKUTI PERSIDANGAN PADA KANTOR
    PENGADILAN NEGERI KELAS IA BANDA ACEH

    A. Judul Kasus
          “Tindak Pidana Penganiayaan
    No. Perkara : 94/Pid.B/PN-BNA/2011

    B. Identitas Terdakwa
       Kami Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Banda Aceh dengan hasil pemeriksaan sidang dalam perkara atas nama terdakwa :   
    1.    Nama Lengkap                             :  Salman Bin Syamaun Ahmad.
    2.    Tempat Lahir                                 :  Banda Aceh.
    3.    Umur/Tgl Lahir                              :  32 Tahun/03 Desember 1978.        
    4.    Jenis Kelamin                               :  Laki-laki.
    5.    Kebangsaan / Kewarganegaraan :  Indonesia.
    6.    Tempat Tinnggal                           :  Jl. Kuta Rentang Lr. Keuchik Junet No. 11 Gampong Deyah Raya Kec. Syiah Kuala Banda Aceh.
    7.    Agama                                          :  Islam.
    8.    Pekerjaan                                      :  Wiraswasta.

    C. Hakim yang mengadili
    Susunan persidangan dalam perkara ini adalah sebagai berikut :
    Hakim Ketua                     :  Ainal Mardiah, S.H
    Hakim Anggota I               :  Abu Hanafiah, SH.MH.
    Hakim Anggota II              :  Jamaluddin, SH
    Panitera Pengganti           :  Syaiful Has’ari, SH

    D. Kasus (Posisi) Duduk Perkara.
                Bahwa terdakwa Salman Bin Syamaun Ahmad pada hari Selasa, tanggal 28 September 2010, sekitar pukul 07.00 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu bulan September 2010 bertempat di Jl. Banta Muda No. 3 Gampong Deyah Raya Kec. Syiah Kuala Kota Banda Aceh, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Kelas IA Banda Aceh yang berwenang, memeriksa dan mengadili perkara ini, telah melakukan Penganiayaan terhadap korban Syarifah Binti M. Daud, perbuatan tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :
    • Bahwa pada hari selasa tanggal 28 September 2010 sekira pukul 07.00 wib saksi korban Syarifah Binti M. Daud sedang mengambil atau menampung air PAM didepan rumah korban lalu tiba-tiba datang terdakwa menyuruh korban untuk pindah dari rumah yang disewa korban kemudian korban menjawab “jangan mabuk kamu yang berhak menyuruh saya pindah atau keluar dari rumah ini adalah pemilik rumah (ibu murni)”.
    • Kemudian korban ambil air untuk dibawa masuk kedalam rumah lalu tiba-tiba terdakwa melempar korban dengan menggunakan 1 (satu) buah panci alimunium kearah korban dan mengenai paha belakang kanan lalu korban mengambil panci tersebut dan membalas melempar terdakwa namun lemparan tersebut tidak mengenai terdakwa lalu korban melaporkan kejadian tersebut pada polisi dan atas laporan korban lalu terdakwa di bawa ke polsek Syiah Kuala untuk pemeriksaan lebih lanjut.

    E. Proses Persidangan
    Sidang I
                Pemeriksaan persidangan di Pengadilan Negeri Banda Aceh yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tindak pidana dengan cara pemeriksaan biasa pada tingkat pertama berlangsung di gedung yang dipergunakan untuk itu,  di Banda Aceh pada hari Senin 11 April 2011 dalam perkara terdakwa Salman Bin Syamaun Ahmad.
                Setelah Hakim membuka persidangan dengan mengetuk palu sebagai tanda sidang dibuka dan dinyatakan dibuka untuk umum oleh Hakim lalu memerintahkan penuntut umum untuk menghadirkan terdakwa. Terdakwa dibawa masuk ke dalam ruang sidang oleh petugas dalam keadaan bebas tanpa dibelenggu, terdakwa pada saat itu memakai baju kemeja kaos berwarna putih, bercelana kain warna hitam, memakai peci dan memakai sandal.
                Hakim Ketua saat itu pertama-tama menanyakan keadaan kesehatan kepada terdakwa, terdakwapun menjawab bahwa ia dalam keadaan sehat. Selanjutnya Hakim memperingati terdakwa untuk memperhatikan segala sesuatu yang terjadi dalam sidang ini, yang dilanjutkan dengan hakim memerintahkan penuntut umum untu membacakan surat dakwaan terhadap terdakwa, lalu penuntut umum membacakan surat dakwaannya yang pada pokoknya mendakwakan sebagai berikut : Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pidana Pasal 351 ayat (1)  KUH Pidana;
                Kemudian atas pertanyaan Hakim Ketua kepada Penuntut Umum tentang saksi-saksi yang akan diajukan, Penuntut Umum menerangkan bahwa ia telah memanggil saksi-saksi secara sah, namun sampai saat ini saksi-saksi tersebut belum juga hadir. Oleh karenanya penuntut umum memohon agar persidangan ini di undurkan minggu depan sampai saksi-saksi tersebut bisa hadir.
                Untuk memberikan kesempatan kepada Penuntut Umum menghadirkan saksi-saksi, maka Hakim Ketua menetapkan persidangan ini diundurkan 2 (dua) minggu yang akan datang dan akan dibuka kembali pada hari Senin, tanggal 25 April 2011dengan perintah agar terdakwa beserta barang bukti dihadirkan kembali kepersidangan. Hakim menutupnya dengan ketukan palu.

    Sidang II
                Selanjutnya pada hari Senin tanggal 25 April 2011, pukul 10.30 WIB sidang kedua kasus tersebut pun dibuka. Agenda persidangan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi.
                Setelah sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua, lalu kepada Penuntut Umum diperintahkan untuk menghadapkan terdakwa kepersidangan. Terdakwa dihadapkan kepersidangan dalam keadaan bebas tanpa dibelenggu, tetapi dijaga ketat oleh petugas kepolisian.
                Kemudian atas pertanyaan Hakim Ketua, terdakwa menerangkan bahwa yang akan diajukan sebagaimana yang telah dikemukakan pada persidangan yang lalu, penuntut umum menerangkan bahwa persidangan hari ini ia telah siap dengan saksi-saksi yang akan disumpahi dibawah Kitab Suci Al-Qur’an oleh panitera pengganti.

    Keterangan saksi I
    Nama : Rohana Binti M. Aji
    Dibawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
    Peristiwa yang sesungguhnya sesuai dengan keterangan dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan), setelah mendengar saksi tersebut, terdakwa tidak membantah dan membenarkannya.


    Keterangan saksi II
    Nama  : Mardhiah Binti M. Amin
    Dibawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
    Peristiwa yang sesungguhnya sesuai dengan keterangan dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan), setelah mendengar saksi tersebut, terdakwa tidak membantah dan membenarkannya.
                Kemudian sidang dilanjutkan dengan acara pemeriksan terdakwa. Hakim menanyakan kronologi penangkapan dan terdakwa pun membenarkan semua kejadian itu.
                Selanjutnya acara pemeriksaan terdakwa pun selesai dan dilanjutkan dengan agenda pembacaan tuntutan dari penuntut umum. Berhubung penuntut umum belum siap dengan tuntutannya, maka Hakim Ketua menunda persidangan (diundurkan). Acara persidangan untuk mendengar tuntutan penuntut umum dilaksanakan kembali pada hari Senin tanggal 9 Mei 2011, kemudian sidang pun ditutup dengan ketukan palu.

    Sidang III
                Selanjutnya pada hari Senin tanggal 9 Mei 2011 pukul 10.30 WIB, sidang ketiga setelah Hakim Ketua membuka persidangan dan sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum oleh Hakim, lalu terdakwa diperintahkan untuk dibawa masuk keruang sidang. Terdakwa dibawa masuk keruang sidang dalam keadaan bebas serta dijaga dengan baik oleh petugas kepolisian. Atas pertanyaan Hakim ia menyatakan sehat dan dapat mengikuti persidangan. Penuntut umum membaca tuntutan penjara 6 (enam) Bulan dengan masa percobaan 1 (satu) tahun. Setelah pembacaan tuntutan selesai dan dimengerti oleh tedakwa lalu majelis Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk mengajukan pembelaan secara lisan. Berhubung putusan Hakim belum selesai, maka agenda pembacaan putusan diundur (ditunda) dan akan kembali dilanjutkan kembali 2 (dua) minggu yang akan datang pada hari Senin tanggal 23 Mei 2011. Hakim menutupnya dengan ketukan palu.

    Sidang IV
                Selanjutnya pada hari Senin tanggal 23 Mei 2011 pukul 10.30 WIB, sidang ke 4 (empat) setelah Hakim Ketua membuka persidangan dan sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum oleh Hakim, lalu terdakwa diperintahkan untuk dibawa masuk keruang sidang. Terdakwa dibawa masuk keruang sidang dalam keadaan bebas serta dijaga dengan baik oleh petugas kepolisian. Atas pertanyaan Hakim ia menyatakan sehat dan dapat mengikuti persidangan. Kemudian Hakim Ketua menjelaskan bahwa pada persidangan ini putusan dalam perkara terdakwa akan diucapkan dan untuk itu supaya terdakwa memperhatikan dan mendengar dengan baik putusan persebut. Sebelum putusan tersebut dibacakan Hakim Ketua menanyakan kepada penuntut umum dan kepada terdakwa, apakah masih ada yang hendak disampaikan. Kemudian atas pertanyaan Hakim Ketua, baik penuntut umum maupun terdakwa menerangkan bahwa tidak ada lagi yang hendak disampaikan.

    F. Pertimbangan Hukum dan Pengadilan
                Sebelum sampai pada tuntutan pidana atas diri terdakwa perkenankanlah kami mengemukakan hal yang kami jadikan pertimbangan hal-hal yang meringankan maupun yang memberatkan bagi terdakwa untuk mengajukan tuntutan pidana yaitu :
    Hal-hal yang mempengaruhi tuntutan :
    1.    Hal yang memberatkan :
    Sifat Perbuatan terdakwa yang menyakiti orang lain apalagi dilakukan terhadap seorang wanita yang dari segi kekuatan tidak sebanding.
    2.    Hal yang meringankan :
    ·        Terdakwa belum pernah dihukum.
    ·        Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya.
    ·        Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga dan istri.

    G. Putusan Hakim
                Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan :
    1.   Menyatakan terdakwa Salman Bin Syamaun Ahmad terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penganiayaan
    2.   Menjatuhkan pidana  penjara terhadap terdakwa selama 4 (empat) Bulan.
    3.   Menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali apabila dikemudian hari dengan putusan hakim diberikan perintah lain atas alasan bahwa Terpidana sebelum lewat masa percobaan selama 10 (sepuluh) bulan berakhir telah bersalah malakukan perbuatan yang dapat dipenjara.
    4.   Menetapkan barang bukti berupa :
    -  1 (satu) buah panci/periuk alumunium warna silver dirampas untuk dimusnahkan;
    5. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 2000,- (dua ribu rupiah)

    H. Tinjauan Etika Profesi Penegak Hukum
                Ada beberapa profesi hukum yang dapat dikategorikan profesi hukum yaitu profesi yang dalam pelaksanaannya membutuhkan keahlian dibidang hukum. Sebagai suatu profesi, maka profesi hukum haruslah diliputi oleh sejumlah etika profesi. Landasan etika berbagai profesi hukum diambil dari beberapa peraturan perundang-undangan yang diaturnya. Materi peraturan tersebut senantiasa mengandung nilai luhur yang diwujudkan dalam bentuk norma hukum. Dalam mengatur profesi hukum ini norma hukum tersebut sebagian besar berkaitan dengan norma primer yang tidak disertai sanksi. Oleh karna itu diperlukanlah adanya kode etik yang memuat sanksi atas pelanggarannya. Namun sanksi tersebut tidak sama dengan sanksi hukum. Menyangkut dengan kode etik profesi idealnya disusun langsung oleh organisasi profesi itu sendiri.
                Dalam penulisan laporan ini hanya diamati tentang Etika Profesi Hakim, Jaksa Penuntut Umum, para saksi dan prilaku terdakwa didalam proses persidangan, seperti yang akan dikemukakan berikut ini :
    1.     Prilaku Hakim dalam Persidangan (kode etik Hakim)
                Dalam memutuskan perkara tindak Pidana Pencurian dengan No. Perkaran: 94/Pid.B/PN-BNA/2011, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.8  Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Mengadili adalah serangkaian tindakan Hakim untuk menerima, memeriksa dan menuntut perkara berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut tata cara yang diatur oleh undang-undang. Hakim juga memiliki kedudukan dan peranan dalam penegakan hukum.
                Salah satu undang-undang yang menyangkut tentang kekuasaan hakim adalah UU No.4 tahun 2004 yang dalam Pasal 1 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya Negara hukum.
                Sejak tahun 1966 profesi hakim telah dilengkapi oleh kode etik kehomatan hakim yang dibuat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.2 tahun 1986 dan terakhir Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor: 1.047/KMA/SK/IV/2009.2.02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik Hakim. Di sini majelis kehormatan ini bertugas untuk menegakkan kode etik kehormatan hakim baik secara preventif maupun kuratif. Adapun kode etik tersebut antara lain :
    a.   Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam hukum acara yang berlaku, dengan memperhatikan azas-azas peradilan yang baik yaitu :
    - Hakim didalam proses peradilan menjunjung tinggi hak sesorang dalam hal ini si terdakwa untuk mendapat putusan di mana setiap orang berhak untuk mengajukan perkara dan hakim juga tidak melarang atau menolak untuk mengadilinya kecuali yang ditentukan oleh unang-undang, serta putusan  yang dijatuhkan oleh hakim dijatuhkan dalam waktu yang pantas dan tidak berlarut-larut.
             - Hakim dalam proses persidangan memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama terhadap terdakwa untuk mendengarkan, menjelaskan perkaranya serta memberikan kesempatan bagi terdakwa untuk membela dirinya, mengajukan bukti-bukti, serta memperoleh informasi di dalam proses pemeriksaan.
    - Hakim harus memiliki sikap yang adil dalam memutuskan perkara dan tidak terbebas dari pengaruh apapun yang dapat membuat ketidakadilan dalam memutuskan perkara.
    - Keputusan yang diajukan hakim dilakukan secara objektif dengan tanpa adanya kepentingan pribadi atau pihak lain dengan menjunjung tinggi prinsip hukum.
    - Putusan harus memuat alasan-alasan yang jelas dan dapat dimengerti, bersifat konsisten dengan penalaran hukum yang sistematis.
    -  Menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia.
    -  Hakim bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan sesama manusia.
    - Azas penegakan hukum didasarkan pada “Persamaan”, hakim tidak menunjukkan sikap memihak atau bersimpatik maupun antipati terhadap terdakwa baik dalam ucapan maupun dalam tingkah laku.
    b.   Hakim bersifat sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin persidangan.
    c.   Hakim dalam proses persidangan menjaga dengan baik kewibawaan dan kehikmatan persidangan, hal tersebut ditunjukkan dengan keseriusan didalam proses pemeriksaan perkara  dan tidak melecehkan terdakwa dalam persidangan.
    d.   Tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memberatkan saksi/terdakwa.
    e.   Hakim bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan terhadap perkara persidangan.
    f.    Tidak boleh mengatakan keyakinannya tentang keterlibatan terdakwa.
                Berkenaan dengan proses perkara yang penulis ikuti yaitu perkara tindak pidana pencurian dengan No. Perkara : 94/Pid.B/PN.BNA/2011 terlihat prilaku hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara ini cukup baik dan sempurna sesuai dengan kode etik hakim. Dalam memeriksa kasus hakim terlihat  tidak memihak, sehingga putusannya dapat dikatakan adil dan bijaksana. Dengan kata lain putusan terhadap perkara ini tidak ada kesan tercela, mengandung unsur ketidak adilan atau penuh dengan kepalsuan. Hakim di sini sangat memperhatikan azas “praduga tak bersalah”.
    Hakim telah memimpin persidangan dengan baik sehingga persidangan  berjalan lancar. Terdakwa dan para saksi terlihat dapat memberikan keterangan dengan tenang karena hakim tidak tidak menggunakan kata-kata kasar dan menjebab pada saat bertanya kepada terdakwa dan saksi.
             Sebelum persidangan dimulai, hakim telah terlebih dahulu memasuki ruang persidangan, sementara jaksa penuntut umum dan panitera secara bersamaan menyusul memasuki ruang persidangan. Kondisi ini tentu saja tidak tepat karena idealnya adalah pada saat hakim memasuki ruang siding, penuntut umum, panitera, serta penasehat hukum sudah seharusnya berada dalam ruang siding. Dengan demikian proses persidangan ini dapat berjalan dengan lebih berwibawa.
                Dalam hal lain, pada saat hakim mengajukan pertanyaan kepada terdakwa maupun saksi terkesan cukup berwibawa dan ini berpengaruh kepada seriusnya terdakwa dan saksi dalam memberikan keterangan sehingga proses persidangan terlihat berjalan lancer.
               
    2.      Perilaku Jaksa penuntut umum (kode etik jaksa) dalam persidangan.
         Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan. Ada beberapa nilai yang menjadi landasan etika profesi jaksa yaitu antara lain :
    a.    Jaksa Penuntut Umum melakukan tuntutan sesuai dengan kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa.
    b.    Tidak ada kesan bahwa Jaksa Penuntut Umum hendak memeratkan hukuman bagi terdakwa.
    c.    Penuntut Umum di dalam melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa dan saksi-saksi adalah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
    d.    Penuntut Umum bersikap arif, sopan dan bijaksana dalam persidangan.
                   Dalam persidangan kasus yang penulis ikuti jaksa penuntut umum tetap dengan keputusan yang dibuatnya dan tidak melakukan perubahan. Tuntutannya tetap  sesuai dengan apa yang telah diberikan oleh kesaksian/keterangan yang telah diberikan oleh terdakwa dan saksi yang telah dimuat dalam Berita Acara Pemeriksaan. Nilai ini tercermin dari tindakan jaksa untuk tidak membeda-bedakan orang sama sekali tidak terlihat dia memihak terdakwa ataupun korban.

    3.  Perilaku Terdakwa dalam Persidangan
    a.    Terdakwa bersikap sopan selama jalannya persidangan.
    b.    Terdakwa memberikan pengakuan yang sangat jelas dan tidak berbelit.
    c.    Terdakwa berprilaku dan berpakaian sopan dalam persidangan.
    d.    Terdakwa mengaku terus terang kepada hakim dan penuntut umum terhadap kejahatan yang dilakukannya.
    e.    Terdakwa tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menganggu ketertiban dan jalannya proses persidangan.
    f.     Terdakwa sangat membantu hakim dan penuntut umum dalam proses pemeriksaan perkara.
    g.    Terdakwa mengaku menyesal atas perbuatanya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

    4. Perilaku para saksi dalam persidangan.
    a.    Saksi yang dihadirkan bersikap sopan.
    b.    Saksi memberikan keterangan dengan tegas, tetapi disini saksi memberikan keterangan yang berbelit-belit atas kesaksiannya.
    c.    Saksi terlihat tegang dan sedikit emosi ketika memberikan kesaksiannya.


    KESIMPULAN

             Setelah mengikuti sidang secara aktif di Pengadilan Negeri Klas IA Banda Aceh dan berkonsentrasi pada salah satu kasus pidana yang diperiksa dan diadili, maka penulis dapat menarik kesimpulan yang dapat memberikan gambaran dan penjelasan berkaitan dengan proses  persidangann tersebut secara garis besar yaitu:
             Dalam menjalankan tugasnya hakim telah bersikap dan bertidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku serta memperhatikan azas-azas peradilan yang baik, yaitu hakim yang telah menjujung tinggi hak seseorang untuk mendapat putusan. Semua pihak yang berperkara berhak mendapat perlakuan yang sama didepan sidang baik untuk mendengar keteranganya, diberi kesempatan untuk membela diri maupun mengajukan alat-alat bukti. Putusan diajukan secara objektif tanpa dicemari oleh kepentingan pribadi atau pihak lain. Menjujung tinggi Hak Asasi Manusia, bersikap sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang. Hakim menjaga kewibawaan dan kehitmatan persidangan, tidak melecehkan pihak-pihak baik dengan kata-kata maupun perbuatan, harus sungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan. Putusan yang dijatuhkan harus memuat alasan-alasan hukum yang jelas dan dapat dimengerti serta bersifat konsisten.           Jaksa dalam persidangan telah melakukan hal-hal yang sesuai dengan hukum acara, yaitu telah melakukan penuntutan berdasarkan alat bukti yang sah. Jaksa telah menghadirkan saksi-saksi yang berhubugan dengan perkara yang disidangkan. Jaksa juga telah melakukan penuntutan sesuai dengan berkas perkara dari penyidik kepolisian dan jaksa juga telah melaksanakan putusan hakim dipengadilan dan mengawasi putusan  tersebut. Dalam membuat tuntutan jaksa terlepas dari ancaman pihak-pihak luar. Jaksa bersikap baik dan sopan serta mempunyai kemampuan dan keterampilan dalam melaksanakan tugasnya. Jaksa juga dalam menjalankan tugasnya bersikap adil dan tidak memihak dengan pihak-pihak lain, Saksi dalam proses persidangan telah berusaha untuk membantu pengadilan dalam mencari keadilan dan kebenaran. Demikian juga para terdakwa yang telah berlaku dan bersikap sopan dalam proses persidangan telah mempermudah proses persidangan sehingga persidangan berjalan dengan baik.
          Demikian kesimpulan yang dapat diambil dari pengamatan yang dilakukan secara aktif dengan mengikuti proses persidangan terhadap perkara pidana dengan No. Perkara : 94/Pid.B/PN.BNA/2011 di Pengadilan Negeri Kelas IA Banda Aceh.