Featured Post 6

Minggu, 20 November 2011

Laporan Penelitian/Magang

PENDULUAN

            Mata kuliah Etika Profesi merupakan mata kuliah pengganti KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang memiliki bobot 2 (dua) SKS. Model perkuliahan mata kuliah ini  terdiri dari 2 (dua) bagian  yaitu:
1.   Kuliah tatap kuma dalam kelas dengan bobot 1 (satu) SKS. Materi kuliah tatap muka berkenaan dengan  etika Profesi Hukum diberikan yang terdiri dari beberapa macam etika. Materi etika hukum tersebut diberikan oleh masing-masing dosen sesuai dengan bidang yang diasuh. Teori-teori yang diberikan secara tatap muka ini selanjutnya akan dijadikan pedoman dalam melaksanakan tugas lapangan. Adapun materi yang diberikan yaitu :
§   Etika Profesi Hukum oleh Bapak Prof. Dr. Amiruddin AW, SH
§   Etika Profesi Polisi oleh Bapak Sofyan Ibrahim, SH
§   Etika Profesi Hakim oleh Bapak Rizanizarli, SH, MH
§   Etika Profesi Pengacara/Advokat oleh Bapak Sofyan Ibrahim, SH
§   Etika Profesi Jaksa oleh Bapak Mukhlis, SH. M.HUM
§   Etika Profesi Notaris oleh Ibu Cut Era Fitri Yeni, SH. M.HUM
§   Etika Profesi Konsultan Hukum/Penasehat Perusahaan/Etika Bisnis oleh Bapak Ilyas Yunus, SH. M.HUM
§        Etika Profesi Agama Islam oleh Bapak Zulkifli Arief, SH
2.   Tugas lapangan 1 (satu) SKS. Mahasiswa yang mengambil mata kuliah etika profesi dan telah selesai mengikuti tahap tatap muka, wajib untuk melaksanakan kegiatan tugas lapangan pada salah satu kantor yang berkaitan dengan etika hukum seperti Kantor Pengadilan Negeri, Mahkamah Syar’iyah, Kantor Notaris, dan lain-lain.  Mahasiswa yang melakukan tugas lapangan diwajibkan membuat laporan kegiatan tugas lapangan secara individual.
Penulis dalam melaksakanan  kegiatan ini melaksanakan tugas lapangan atau Magang di Pengadilan Negeri Kelas IA Banda Aceh. Mahasiswa yang melaksanakan tugas lapangan ini diwajibkan untuk ikut serta membuat berita acara persidangan baik itu perkara perdata maupun pidana. Pekerjaan yang dilaksanakan salah satunya berupa membantu mendampingi melaksanakan tugas panitera pengganti di Pengadilan dengan seizin Ketua Pengadilan Negeri.
Tujuan diadakannya Mata Kuliah Profesi hukum adalah agar mahasiswa memahami bagaimana etika profesi hukum yang sebenarnya harus berlaku dan bagaimana sesungguhnya yang terjadi dalam praktek. Terlebih lagi dalam dinamika kehidupan sehari-hari sekarang ini sering terjadi konflik di dalam masyarakat yang butuh penyelesaian baik itu melalui letigasi  maupun non letigasi yaitu penyelesaian di luar pengadilan. Biasanya apabila penyelesaian di luar pengadilan tidak tercapai maka perkara akan diajukan ke pengadilan sehingga keadilan yang ingin dicapai dapat terwujud. Dengan diselesaikan melalui jalur pengadilan akan didapatkan suatu kepastian hukum mengingat pengadilan adalah lembaga yang bertugas menegakkan hukum dan keadilan. Mengingat tugasnya adalah menegakkan hukum dan keadilan maka di dalam mengadili ia akan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang (Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
 Sekalipun  hukum sudah mengatur bahwa peradilan harus dilaksanakan secara seimbang namun tidak bisa dipungkiri sampai hari ini masih sering dijumpai penyelesaian perkara melalui lembaga pengadilan diselesaikan dengan melanggar etika profesi hukum baik itu terjadi ditingkat penyidikan, penuntutan, bahkan pada saat pemeriksaan di pengadilan terlihat ketimpangan di mana hukum seakan memihak orang-orang yang mempunyai kedudukan kuat di dalam masyarakat. Bahkan sekarang ini sedang hangat-hangatnya terjadi Markus (makelar kasus) di lembaga penegak hukum sehingga presiden membentuk suatu lembaga khusus yang bertugas mengawasi jalannya peradilan.
Sebenarnya sudah banyak lembaga yang bertugas mengawaasi proses peradilan di pengadilan. Selain Mahkamah Agung, Komisi Yudisial juga merupakan lembaga yang mempunyai tugas mengawasi pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh hakim bahkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kesejahteraan hakim. Hasil yang terlihat kondisi lembaga peradilan Indonesia tidak banyak berubah disebabkan sudah begitu parahnya para profesional  hukum kita melacurkan diri dengan kepentingan materi sehingga proses penegakan hukum di Indonesia menjadi kelabu.
Sering terpetik berita, bahwa dunia profesi hukum telah terpolusi oleh tingkah laku para profesionalnya. Melalui mata kuliah Etika Profesi Hukum ini (Khususnya Profesi Hakim), penulis dapat mengamati secara langsung seperti apa etika profesi dipegang oleh para penegak hukum apakah sesuai dengan keharusan yang sudah dituangkan di dalam etika profesi masing-masing. Berkaitan dengan tugas lapangan ini yang menjadi focus penulis adalah bagaimana hakim di Pengadilan Negeri Banda Aceh dalam melaksanakan etika profesinya, apakah telah sesuai dengan Kode Etik Kehormatan Hakim sebagaimana ditetapkan oleh Rapat Kerja Para Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri dibawah Pimpinan Mahkamah Agung yang diadakan pada tahun 1986 dan terakhir Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor: 1.047/KMA/SK/IV/2009.2.02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik Hakim.
Istilah etika pada dasarnya berkaitan dengan disiplin yang berhubungan dengan apa yang baik dan buruk, berkaitan dengan keharusan moral, seperangkat prinsip moral, prinsip prilaku yang mengatur seseorang atau kelompok (professional), pelajaran tentang sifat umum moral dan pilihan moral tertentu, peraturan atau standar yang mengatur prilaku anggota suatu profesi, kualitas moral dan seperangkat tindakan dan sopan santun. Definisi yang dikemukakan diatas dapat diterapkan pada 3 (tiga) tingkat yang berbeda yaitu :
1.   Etika pribadi berarti moral, nilai dan keyakinan seseorang. Pada mulanya etika dimaksud adalah Etika pribadi dari masing-masing petugas hukum yang akan memutuskan arah dan jenis tindakannya yang akan diambil oleh petugas itu di dalam situasi tertentu.
2.   Etika kelompok yang mana pada realitanya penegak hukum bekerja dalam kelompok, bekerja dengan teman seprofesi dalam situasi yang kadang-kadang sulit. Faktor ini akan menimbulkan berkembangnya prilaku kelompok, pola-pola sub budaya dan kemudian menekan anggota kelompok khususnya anggota baru untuk mematuhi budaya kelompok.
3.   Etika profesi itu sendiri yang selalu dibayangi oleh Etika pribadi dan Etika kelompok dalam hal pengambilan suatu keputusan ataupun suatu tindakan. Hal ini yang dapat membuat suatu noda terhadap Etika itu sendiri.

Perhatian mengenai etika profesi sangat penting disebabkan apabila instituti peradilan mengabaikan tanggung jawab yang telah diembankan padanya dengan pelanggaran kode etik oleh para professional hukumnya maka dapat dipastikan yang akan terjadi adalah carut marutnya penegakan hukum di Indonesia. Cepat atau lambat masyarakat tidak percaya bahwa pengadilan mampu melahirkan putusan-putusan yang mengandung nilai-nilai keadilan.

LAPORAN KEGIATAN
BERPERAN AKTIF MENGIKUTI PERSIDANGAN PADA KANTOR
PENGADILAN NEGERI KELAS IA BANDA ACEH

A. Judul Kasus
      “Tindak Pidana Penganiayaan
No. Perkara : 94/Pid.B/PN-BNA/2011

B. Identitas Terdakwa
   Kami Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Banda Aceh dengan hasil pemeriksaan sidang dalam perkara atas nama terdakwa :   
1.    Nama Lengkap                             :  Salman Bin Syamaun Ahmad.
2.    Tempat Lahir                                 :  Banda Aceh.
3.    Umur/Tgl Lahir                              :  32 Tahun/03 Desember 1978.        
4.    Jenis Kelamin                               :  Laki-laki.
5.    Kebangsaan / Kewarganegaraan :  Indonesia.
6.    Tempat Tinnggal                           :  Jl. Kuta Rentang Lr. Keuchik Junet No. 11 Gampong Deyah Raya Kec. Syiah Kuala Banda Aceh.
7.    Agama                                          :  Islam.
8.    Pekerjaan                                      :  Wiraswasta.

C. Hakim yang mengadili
Susunan persidangan dalam perkara ini adalah sebagai berikut :
Hakim Ketua                     :  Ainal Mardiah, S.H
Hakim Anggota I               :  Abu Hanafiah, SH.MH.
Hakim Anggota II              :  Jamaluddin, SH
Panitera Pengganti           :  Syaiful Has’ari, SH

D. Kasus (Posisi) Duduk Perkara.
            Bahwa terdakwa Salman Bin Syamaun Ahmad pada hari Selasa, tanggal 28 September 2010, sekitar pukul 07.00 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu bulan September 2010 bertempat di Jl. Banta Muda No. 3 Gampong Deyah Raya Kec. Syiah Kuala Kota Banda Aceh, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Kelas IA Banda Aceh yang berwenang, memeriksa dan mengadili perkara ini, telah melakukan Penganiayaan terhadap korban Syarifah Binti M. Daud, perbuatan tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :
  • Bahwa pada hari selasa tanggal 28 September 2010 sekira pukul 07.00 wib saksi korban Syarifah Binti M. Daud sedang mengambil atau menampung air PAM didepan rumah korban lalu tiba-tiba datang terdakwa menyuruh korban untuk pindah dari rumah yang disewa korban kemudian korban menjawab “jangan mabuk kamu yang berhak menyuruh saya pindah atau keluar dari rumah ini adalah pemilik rumah (ibu murni)”.
  • Kemudian korban ambil air untuk dibawa masuk kedalam rumah lalu tiba-tiba terdakwa melempar korban dengan menggunakan 1 (satu) buah panci alimunium kearah korban dan mengenai paha belakang kanan lalu korban mengambil panci tersebut dan membalas melempar terdakwa namun lemparan tersebut tidak mengenai terdakwa lalu korban melaporkan kejadian tersebut pada polisi dan atas laporan korban lalu terdakwa di bawa ke polsek Syiah Kuala untuk pemeriksaan lebih lanjut.

E. Proses Persidangan
Sidang I
            Pemeriksaan persidangan di Pengadilan Negeri Banda Aceh yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tindak pidana dengan cara pemeriksaan biasa pada tingkat pertama berlangsung di gedung yang dipergunakan untuk itu,  di Banda Aceh pada hari Senin 11 April 2011 dalam perkara terdakwa Salman Bin Syamaun Ahmad.
            Setelah Hakim membuka persidangan dengan mengetuk palu sebagai tanda sidang dibuka dan dinyatakan dibuka untuk umum oleh Hakim lalu memerintahkan penuntut umum untuk menghadirkan terdakwa. Terdakwa dibawa masuk ke dalam ruang sidang oleh petugas dalam keadaan bebas tanpa dibelenggu, terdakwa pada saat itu memakai baju kemeja kaos berwarna putih, bercelana kain warna hitam, memakai peci dan memakai sandal.
            Hakim Ketua saat itu pertama-tama menanyakan keadaan kesehatan kepada terdakwa, terdakwapun menjawab bahwa ia dalam keadaan sehat. Selanjutnya Hakim memperingati terdakwa untuk memperhatikan segala sesuatu yang terjadi dalam sidang ini, yang dilanjutkan dengan hakim memerintahkan penuntut umum untu membacakan surat dakwaan terhadap terdakwa, lalu penuntut umum membacakan surat dakwaannya yang pada pokoknya mendakwakan sebagai berikut : Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pidana Pasal 351 ayat (1)  KUH Pidana;
            Kemudian atas pertanyaan Hakim Ketua kepada Penuntut Umum tentang saksi-saksi yang akan diajukan, Penuntut Umum menerangkan bahwa ia telah memanggil saksi-saksi secara sah, namun sampai saat ini saksi-saksi tersebut belum juga hadir. Oleh karenanya penuntut umum memohon agar persidangan ini di undurkan minggu depan sampai saksi-saksi tersebut bisa hadir.
            Untuk memberikan kesempatan kepada Penuntut Umum menghadirkan saksi-saksi, maka Hakim Ketua menetapkan persidangan ini diundurkan 2 (dua) minggu yang akan datang dan akan dibuka kembali pada hari Senin, tanggal 25 April 2011dengan perintah agar terdakwa beserta barang bukti dihadirkan kembali kepersidangan. Hakim menutupnya dengan ketukan palu.

Sidang II
            Selanjutnya pada hari Senin tanggal 25 April 2011, pukul 10.30 WIB sidang kedua kasus tersebut pun dibuka. Agenda persidangan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi.
            Setelah sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua, lalu kepada Penuntut Umum diperintahkan untuk menghadapkan terdakwa kepersidangan. Terdakwa dihadapkan kepersidangan dalam keadaan bebas tanpa dibelenggu, tetapi dijaga ketat oleh petugas kepolisian.
            Kemudian atas pertanyaan Hakim Ketua, terdakwa menerangkan bahwa yang akan diajukan sebagaimana yang telah dikemukakan pada persidangan yang lalu, penuntut umum menerangkan bahwa persidangan hari ini ia telah siap dengan saksi-saksi yang akan disumpahi dibawah Kitab Suci Al-Qur’an oleh panitera pengganti.

Keterangan saksi I
Nama : Rohana Binti M. Aji
Dibawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
Peristiwa yang sesungguhnya sesuai dengan keterangan dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan), setelah mendengar saksi tersebut, terdakwa tidak membantah dan membenarkannya.


Keterangan saksi II
Nama  : Mardhiah Binti M. Amin
Dibawah sumpah menerangkan sebagai berikut :
Peristiwa yang sesungguhnya sesuai dengan keterangan dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan), setelah mendengar saksi tersebut, terdakwa tidak membantah dan membenarkannya.
            Kemudian sidang dilanjutkan dengan acara pemeriksan terdakwa. Hakim menanyakan kronologi penangkapan dan terdakwa pun membenarkan semua kejadian itu.
            Selanjutnya acara pemeriksaan terdakwa pun selesai dan dilanjutkan dengan agenda pembacaan tuntutan dari penuntut umum. Berhubung penuntut umum belum siap dengan tuntutannya, maka Hakim Ketua menunda persidangan (diundurkan). Acara persidangan untuk mendengar tuntutan penuntut umum dilaksanakan kembali pada hari Senin tanggal 9 Mei 2011, kemudian sidang pun ditutup dengan ketukan palu.

Sidang III
            Selanjutnya pada hari Senin tanggal 9 Mei 2011 pukul 10.30 WIB, sidang ketiga setelah Hakim Ketua membuka persidangan dan sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum oleh Hakim, lalu terdakwa diperintahkan untuk dibawa masuk keruang sidang. Terdakwa dibawa masuk keruang sidang dalam keadaan bebas serta dijaga dengan baik oleh petugas kepolisian. Atas pertanyaan Hakim ia menyatakan sehat dan dapat mengikuti persidangan. Penuntut umum membaca tuntutan penjara 6 (enam) Bulan dengan masa percobaan 1 (satu) tahun. Setelah pembacaan tuntutan selesai dan dimengerti oleh tedakwa lalu majelis Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk mengajukan pembelaan secara lisan. Berhubung putusan Hakim belum selesai, maka agenda pembacaan putusan diundur (ditunda) dan akan kembali dilanjutkan kembali 2 (dua) minggu yang akan datang pada hari Senin tanggal 23 Mei 2011. Hakim menutupnya dengan ketukan palu.

Sidang IV
            Selanjutnya pada hari Senin tanggal 23 Mei 2011 pukul 10.30 WIB, sidang ke 4 (empat) setelah Hakim Ketua membuka persidangan dan sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum oleh Hakim, lalu terdakwa diperintahkan untuk dibawa masuk keruang sidang. Terdakwa dibawa masuk keruang sidang dalam keadaan bebas serta dijaga dengan baik oleh petugas kepolisian. Atas pertanyaan Hakim ia menyatakan sehat dan dapat mengikuti persidangan. Kemudian Hakim Ketua menjelaskan bahwa pada persidangan ini putusan dalam perkara terdakwa akan diucapkan dan untuk itu supaya terdakwa memperhatikan dan mendengar dengan baik putusan persebut. Sebelum putusan tersebut dibacakan Hakim Ketua menanyakan kepada penuntut umum dan kepada terdakwa, apakah masih ada yang hendak disampaikan. Kemudian atas pertanyaan Hakim Ketua, baik penuntut umum maupun terdakwa menerangkan bahwa tidak ada lagi yang hendak disampaikan.

F. Pertimbangan Hukum dan Pengadilan
            Sebelum sampai pada tuntutan pidana atas diri terdakwa perkenankanlah kami mengemukakan hal yang kami jadikan pertimbangan hal-hal yang meringankan maupun yang memberatkan bagi terdakwa untuk mengajukan tuntutan pidana yaitu :
Hal-hal yang mempengaruhi tuntutan :
1.    Hal yang memberatkan :
Sifat Perbuatan terdakwa yang menyakiti orang lain apalagi dilakukan terhadap seorang wanita yang dari segi kekuatan tidak sebanding.
2.    Hal yang meringankan :
·        Terdakwa belum pernah dihukum.
·        Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya.
·        Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga dan istri.

G. Putusan Hakim
            Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan :
1.   Menyatakan terdakwa Salman Bin Syamaun Ahmad terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penganiayaan
2.   Menjatuhkan pidana  penjara terhadap terdakwa selama 4 (empat) Bulan.
3.   Menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali apabila dikemudian hari dengan putusan hakim diberikan perintah lain atas alasan bahwa Terpidana sebelum lewat masa percobaan selama 10 (sepuluh) bulan berakhir telah bersalah malakukan perbuatan yang dapat dipenjara.
4.   Menetapkan barang bukti berupa :
-  1 (satu) buah panci/periuk alumunium warna silver dirampas untuk dimusnahkan;
5. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 2000,- (dua ribu rupiah)

H. Tinjauan Etika Profesi Penegak Hukum
            Ada beberapa profesi hukum yang dapat dikategorikan profesi hukum yaitu profesi yang dalam pelaksanaannya membutuhkan keahlian dibidang hukum. Sebagai suatu profesi, maka profesi hukum haruslah diliputi oleh sejumlah etika profesi. Landasan etika berbagai profesi hukum diambil dari beberapa peraturan perundang-undangan yang diaturnya. Materi peraturan tersebut senantiasa mengandung nilai luhur yang diwujudkan dalam bentuk norma hukum. Dalam mengatur profesi hukum ini norma hukum tersebut sebagian besar berkaitan dengan norma primer yang tidak disertai sanksi. Oleh karna itu diperlukanlah adanya kode etik yang memuat sanksi atas pelanggarannya. Namun sanksi tersebut tidak sama dengan sanksi hukum. Menyangkut dengan kode etik profesi idealnya disusun langsung oleh organisasi profesi itu sendiri.
            Dalam penulisan laporan ini hanya diamati tentang Etika Profesi Hakim, Jaksa Penuntut Umum, para saksi dan prilaku terdakwa didalam proses persidangan, seperti yang akan dikemukakan berikut ini :
1.     Prilaku Hakim dalam Persidangan (kode etik Hakim)
            Dalam memutuskan perkara tindak Pidana Pencurian dengan No. Perkaran: 94/Pid.B/PN-BNA/2011, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.8  Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Mengadili adalah serangkaian tindakan Hakim untuk menerima, memeriksa dan menuntut perkara berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut tata cara yang diatur oleh undang-undang. Hakim juga memiliki kedudukan dan peranan dalam penegakan hukum.
            Salah satu undang-undang yang menyangkut tentang kekuasaan hakim adalah UU No.4 tahun 2004 yang dalam Pasal 1 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya Negara hukum.
            Sejak tahun 1966 profesi hakim telah dilengkapi oleh kode etik kehomatan hakim yang dibuat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.2 tahun 1986 dan terakhir Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor: 1.047/KMA/SK/IV/2009.2.02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik Hakim. Di sini majelis kehormatan ini bertugas untuk menegakkan kode etik kehormatan hakim baik secara preventif maupun kuratif. Adapun kode etik tersebut antara lain :
a.   Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam hukum acara yang berlaku, dengan memperhatikan azas-azas peradilan yang baik yaitu :
- Hakim didalam proses peradilan menjunjung tinggi hak sesorang dalam hal ini si terdakwa untuk mendapat putusan di mana setiap orang berhak untuk mengajukan perkara dan hakim juga tidak melarang atau menolak untuk mengadilinya kecuali yang ditentukan oleh unang-undang, serta putusan  yang dijatuhkan oleh hakim dijatuhkan dalam waktu yang pantas dan tidak berlarut-larut.
         - Hakim dalam proses persidangan memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama terhadap terdakwa untuk mendengarkan, menjelaskan perkaranya serta memberikan kesempatan bagi terdakwa untuk membela dirinya, mengajukan bukti-bukti, serta memperoleh informasi di dalam proses pemeriksaan.
- Hakim harus memiliki sikap yang adil dalam memutuskan perkara dan tidak terbebas dari pengaruh apapun yang dapat membuat ketidakadilan dalam memutuskan perkara.
- Keputusan yang diajukan hakim dilakukan secara objektif dengan tanpa adanya kepentingan pribadi atau pihak lain dengan menjunjung tinggi prinsip hukum.
- Putusan harus memuat alasan-alasan yang jelas dan dapat dimengerti, bersifat konsisten dengan penalaran hukum yang sistematis.
-  Menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia.
-  Hakim bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan sesama manusia.
- Azas penegakan hukum didasarkan pada “Persamaan”, hakim tidak menunjukkan sikap memihak atau bersimpatik maupun antipati terhadap terdakwa baik dalam ucapan maupun dalam tingkah laku.
b.   Hakim bersifat sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin persidangan.
c.   Hakim dalam proses persidangan menjaga dengan baik kewibawaan dan kehikmatan persidangan, hal tersebut ditunjukkan dengan keseriusan didalam proses pemeriksaan perkara  dan tidak melecehkan terdakwa dalam persidangan.
d.   Tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memberatkan saksi/terdakwa.
e.   Hakim bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan terhadap perkara persidangan.
f.    Tidak boleh mengatakan keyakinannya tentang keterlibatan terdakwa.
            Berkenaan dengan proses perkara yang penulis ikuti yaitu perkara tindak pidana pencurian dengan No. Perkara : 94/Pid.B/PN.BNA/2011 terlihat prilaku hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara ini cukup baik dan sempurna sesuai dengan kode etik hakim. Dalam memeriksa kasus hakim terlihat  tidak memihak, sehingga putusannya dapat dikatakan adil dan bijaksana. Dengan kata lain putusan terhadap perkara ini tidak ada kesan tercela, mengandung unsur ketidak adilan atau penuh dengan kepalsuan. Hakim di sini sangat memperhatikan azas “praduga tak bersalah”.
Hakim telah memimpin persidangan dengan baik sehingga persidangan  berjalan lancar. Terdakwa dan para saksi terlihat dapat memberikan keterangan dengan tenang karena hakim tidak tidak menggunakan kata-kata kasar dan menjebab pada saat bertanya kepada terdakwa dan saksi.
         Sebelum persidangan dimulai, hakim telah terlebih dahulu memasuki ruang persidangan, sementara jaksa penuntut umum dan panitera secara bersamaan menyusul memasuki ruang persidangan. Kondisi ini tentu saja tidak tepat karena idealnya adalah pada saat hakim memasuki ruang siding, penuntut umum, panitera, serta penasehat hukum sudah seharusnya berada dalam ruang siding. Dengan demikian proses persidangan ini dapat berjalan dengan lebih berwibawa.
            Dalam hal lain, pada saat hakim mengajukan pertanyaan kepada terdakwa maupun saksi terkesan cukup berwibawa dan ini berpengaruh kepada seriusnya terdakwa dan saksi dalam memberikan keterangan sehingga proses persidangan terlihat berjalan lancer.
           
2.      Perilaku Jaksa penuntut umum (kode etik jaksa) dalam persidangan.
     Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan. Ada beberapa nilai yang menjadi landasan etika profesi jaksa yaitu antara lain :
a.    Jaksa Penuntut Umum melakukan tuntutan sesuai dengan kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa.
b.    Tidak ada kesan bahwa Jaksa Penuntut Umum hendak memeratkan hukuman bagi terdakwa.
c.    Penuntut Umum di dalam melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa dan saksi-saksi adalah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
d.    Penuntut Umum bersikap arif, sopan dan bijaksana dalam persidangan.
               Dalam persidangan kasus yang penulis ikuti jaksa penuntut umum tetap dengan keputusan yang dibuatnya dan tidak melakukan perubahan. Tuntutannya tetap  sesuai dengan apa yang telah diberikan oleh kesaksian/keterangan yang telah diberikan oleh terdakwa dan saksi yang telah dimuat dalam Berita Acara Pemeriksaan. Nilai ini tercermin dari tindakan jaksa untuk tidak membeda-bedakan orang sama sekali tidak terlihat dia memihak terdakwa ataupun korban.

3.  Perilaku Terdakwa dalam Persidangan
a.    Terdakwa bersikap sopan selama jalannya persidangan.
b.    Terdakwa memberikan pengakuan yang sangat jelas dan tidak berbelit.
c.    Terdakwa berprilaku dan berpakaian sopan dalam persidangan.
d.    Terdakwa mengaku terus terang kepada hakim dan penuntut umum terhadap kejahatan yang dilakukannya.
e.    Terdakwa tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menganggu ketertiban dan jalannya proses persidangan.
f.     Terdakwa sangat membantu hakim dan penuntut umum dalam proses pemeriksaan perkara.
g.    Terdakwa mengaku menyesal atas perbuatanya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

4. Perilaku para saksi dalam persidangan.
a.    Saksi yang dihadirkan bersikap sopan.
b.    Saksi memberikan keterangan dengan tegas, tetapi disini saksi memberikan keterangan yang berbelit-belit atas kesaksiannya.
c.    Saksi terlihat tegang dan sedikit emosi ketika memberikan kesaksiannya.


KESIMPULAN

         Setelah mengikuti sidang secara aktif di Pengadilan Negeri Klas IA Banda Aceh dan berkonsentrasi pada salah satu kasus pidana yang diperiksa dan diadili, maka penulis dapat menarik kesimpulan yang dapat memberikan gambaran dan penjelasan berkaitan dengan proses  persidangann tersebut secara garis besar yaitu:
         Dalam menjalankan tugasnya hakim telah bersikap dan bertidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku serta memperhatikan azas-azas peradilan yang baik, yaitu hakim yang telah menjujung tinggi hak seseorang untuk mendapat putusan. Semua pihak yang berperkara berhak mendapat perlakuan yang sama didepan sidang baik untuk mendengar keteranganya, diberi kesempatan untuk membela diri maupun mengajukan alat-alat bukti. Putusan diajukan secara objektif tanpa dicemari oleh kepentingan pribadi atau pihak lain. Menjujung tinggi Hak Asasi Manusia, bersikap sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang. Hakim menjaga kewibawaan dan kehitmatan persidangan, tidak melecehkan pihak-pihak baik dengan kata-kata maupun perbuatan, harus sungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan. Putusan yang dijatuhkan harus memuat alasan-alasan hukum yang jelas dan dapat dimengerti serta bersifat konsisten.           Jaksa dalam persidangan telah melakukan hal-hal yang sesuai dengan hukum acara, yaitu telah melakukan penuntutan berdasarkan alat bukti yang sah. Jaksa telah menghadirkan saksi-saksi yang berhubugan dengan perkara yang disidangkan. Jaksa juga telah melakukan penuntutan sesuai dengan berkas perkara dari penyidik kepolisian dan jaksa juga telah melaksanakan putusan hakim dipengadilan dan mengawasi putusan  tersebut. Dalam membuat tuntutan jaksa terlepas dari ancaman pihak-pihak luar. Jaksa bersikap baik dan sopan serta mempunyai kemampuan dan keterampilan dalam melaksanakan tugasnya. Jaksa juga dalam menjalankan tugasnya bersikap adil dan tidak memihak dengan pihak-pihak lain, Saksi dalam proses persidangan telah berusaha untuk membantu pengadilan dalam mencari keadilan dan kebenaran. Demikian juga para terdakwa yang telah berlaku dan bersikap sopan dalam proses persidangan telah mempermudah proses persidangan sehingga persidangan berjalan dengan baik.
      Demikian kesimpulan yang dapat diambil dari pengamatan yang dilakukan secara aktif dengan mengikuti proses persidangan terhadap perkara pidana dengan No. Perkara : 94/Pid.B/PN.BNA/2011 di Pengadilan Negeri Kelas IA Banda Aceh.

0 komentar:

Posting Komentar